Minggu, 11 Mei 2008

Jika Kita Bisa Lebih Cepat

Mengenang pemboman Hiroshima
Ada seorang anak muda dengan ayahnya, yang memiliki suatu lahan pertanian. Beberapa kali dalam setahun mereka akan memanen hasil pertanian mereka,lalumemenuhi gerobak dengan sayur-sayuran dan pergi ke kota terdekat untuk menjual hasil produksinya. Selain nama dan asal mereka yang sama, karakter dan tingkah laku mereka benar-benar jauh berbeda. Sang ayah percaya dalam melakukan sesuatu hendaknya dinikmati. Lain halnya dengan anaknya, ia selalu tergesa-gesa, tipe orang yang ambisius.Suatu pagi yang cerah, mereka mengikat seekor kerbau untuk menarik gerobakyang penuh dengan sayuran itu dan memulai perjalanan jauh. Sang anak berpikir jika mereka bisa jalan lebih cepat, terus-menerus setiap hari dan malam, mereka bisa sampai ke pasar di pagi berikutnya. Maka ia terus memecut kerbau dengan tongkat, memaksa hewan itu untuk terus berjalan."Tenang saja, anakku," kata sang ayah. "Kamu akan hidup lebih lama." "Tetapi jika kita sampai ke pasar lebih dulu dari yang lainnya, kita akan bisa menjual lebih banyak," bantah anaknya.Tidak ada jawaban. Sang ayah menurunkan topinya untuk menutupi matanya lalu tidur di gerobak. Kesal dan geram, sang anak tetap memaksa kerbau untuk berjalan lebih cepat. Sifatnya yang keras kepala tidak setuju apa yang dikatakan ayahnya.Empat jam dan 4 mil di perjalanan, mereka singgah di sebuah rumah kecil. Sang ayah bangun, tersenyum dan berkata, "Ini adalah rumah pamanmu. Mari kita singgah dulu dan menyalaminya." "Tetapi kita sudah kehilangan waktu 1 jam." keluh anaknya. "Lalu, tidak masalah kan kalau kehilangan beberapa menit lagi. Adikku dan aku tinggal berdekatan, tetapi kita jarang saling mengunjungi," jawab ayahnya pelan.Sang anak merasa gelisah dan menggerutu ketika 2 pria tua itu tertawa dan berbincang hampir 1 jam. Kemudian mereka melanjutkan perjalanannya, sang ayah menggantikan tugas anaknya menuntun kerbau. Ketika mereka tiba di jalan bercabang, sang ayah menuntun kerbau itu ke kanan. "Arah kiri kan lebih cepat," kata anaknya. "Aku tahu, tapi jalan ini lebih indah." sahutayahnya. "Apakah ayah tidak menghargai waktu?" tanya anaknya tidak sabar. "Oh, aku menghargainya sekali! Makanya, aku ingin melihat keindahan dan menikmati setiap detiknya."Jalan yang berliku-liku menuntun mereka melewati padang rumput yang indah, bunga-bunga liar, dan ombak di pantai - di mana semuanya itu tidak dinikmati oleh anak muda itu. Ia gelisah, sibuk sendiri dan diliputi oleh kekhawatiran. Ia bahkan tidak menyadari betapa indahnya matahari tenggelam hari itu.Senja tiba. Surya tenggelam menyinari padang gurun sehingga tampak lebih merah. Sang ayah menghirup aroma senja, mendengarkan bunyi air sungai mengalir, dan menarik kerbau ke tempat persinggahan. "Mari kita tidur di sini," ajaknya."Ini adalah perjalananku terakhir yang kulakukan bersamamu," kata anaknya sambil marah. "Kau lebih tertarik untuk melihat matahari tenggelam dan menghirup wangi bunga daripada mencari uang!"Ayahnya tersenyum. Beberapa menit kemudian, ia tertidur, sementara itu sang anak memandang langit yang penuh dengan bintang. Malam itu berlalu sangat pelan, dan ia tetap merasa gelisah. Sebelum matahari terbit, anak muda itu dengan segera membangunkan ayahnya. Mereka lekas naik gerobak dan melanjutkan perjalanannya. Sekitar 1 mil, mereka melihat seorang petani yg tidak mereka kenal berusaha untuk menarik gerobaknya dari selokan.'Mari kita bantu dia." bisik ayahnya. "Dan kehilangan beberapa waktu lagi?" bentak anaknya. "Tenang, anakku... kau mungkin bisa mengalami hal ini sendiri. Kita butuh bantuan orang lain ketika kita memerlukannya, jangan lupakan hal itu." Dengan pandangan marah, anak itu menuruti perkataan ayahnya. Hari itu sudah hampir jam 8 ketika gerobak petani itu berhasilditarik keluar dari selokan. Tiba-tiba, sebuah percikan cahaya membelah langit. Kemudian diikuti oleh bunyi geledek. Di belakang bukit-bukit, langit tampak hitam."Sepertinya akan turun hujan besar di kota," kata ayahnya. "Jika kita bisa lebih cepat, dagangan kita mungkin sudah habis sekarang ini." gerutu anaknya. "Tenanglah... kamu akan hidup lama. Dan kamu akan menikmati hidup lebih lama," nasihat ayahnya itu.Hari itu sudah siang ketika mereka tiba di bukit untuk melihat kota tujuan mereka. Mereka berhenti dan melihat ke bawah cukup lama. Tidak ada di antaram mereka yang bicara. Akhirnya, anak muda itu menepuk pundak ayahnya dan berkata, "Aku mengerti apa yg kau maksud, ayah."Mereka membalikkan gerobak dan mulai meninggalkan kota itu, kota yang dulu disebut Hiroshima. - Jika kita bisa lebih cepat (Billy Rose) -
Sumber: Unknown (Tidak Diketahui)

Tidak ada komentar: